Awalnya sepakbola Indonesia mendapat angin segar pada beberapa pekan
yang lalu. Semangat islah antara The Jakmania pendukung Persija dan
Viking beserta Bobotoh pendukung Persib akan terlaksana. Hal ini pun
diprakarsai oleh pihak Kepolisian masing-masing wilayah, Polda Metro
Jaya dan Polda Jawa Barat.
Beberapa point penting dalam pertemuan islah di Bogor 11/4 disepakati
oleh masing-masing perwakilan kedua supporter tersebut. Yang
diantaranya sebagai langkah awal dari hasil mempersilakan The Jak Mania
hadir langsung ke Stadion Jalak Harupat untuk mendukung Persija Jakarta
melawan tuan rumah Persib Bandung. 11/5
Namun seiring berjalannya waktu bahkan menjelang di hari
berlangsungnya pertandingan tanda-tanda yang memperkuat terjadinya islah
sepertinya masih sulit terwujud. Apalagi kita harus mengingat, setelah
kesepakatan tersebut terjadi, pihak pendukung Persib kerap kali
menyanyikan lagu hinaan yang ditujukan untuk The Jakmania di saat Persib
berlaga. Ini merupakan sinyal negatif yang selalu ditampakkan oleh
pendukung Persib untuk mewujudkan perdamaian setelah sekian lama
bermusuhan dengan The Jakmania.
Puncaknya tanggal 8 Mei 2014 saat akan berlangsungnya duel antara
Persib Bandung melawan Persija Jakarta. Pihak Panpel dari Persib Bandung
tidak bersedia menyediakan kuota yang harus diberikan kepada The Jak
Mania untuk mendukung Persija di Stadion Jalak Harupat. Namun dengan
semangat islah yang kuat dengan mengacu kepada kesepakatan bersama yang
dibuat dan disaksikan langsung oleh Polda Metro Jaya dan Polda Jabar,
The Jak berangkat ke Bandung sekaligus membawa kecintaannya terhadap
Persija untuk selalu mendampingi tim kebanggaannya di mana pun berada.
Dari sini sudah dapat terlihat siapa yang benar-benar ingin menjalin
perdamaian diantara kedua pendukung tersebut jika melihat pada
kesepakatan bersama yang telah di buat.
The Jak pada tanggal 8 Mei mencapai ribuan berduyun-duyun menuju
Bandung dengan menggunakan puluhan bus. Namun apa daya, The Jak tidak
sampai ke stadion untuk mendukung Persija dan menyalami musuh lamanya
untuk menuju sebuah perdamaian. The Jak justru mendapatkan perlakuan
tidak baik dengan serbuan dari pihak kepolisian yang berada di wilayah
Jawa Barat yang entah mengapa begitu keras sangat berlawanan dengan
citranya sebagai pengayom masyarakat. The Jak dihentikan paksa dan
bus-bus yang mengangkut mereka dihancurkan kaca-kacanya. Mengapa?
Entahlah, namun kronologi seperti apa yang sebenarnya terjadi di sana
telah disampaikan sendiri oleh para petinggi The Jakmania yang hadir
langsung di tempat kejadian.
Yang menjadi persoalan di mana Kapolda Jawa Barat saat kejadian
berlangsung? Apakah tindakan kepolisian tersebut memang secara langsung
disiapkan oleh mereka yang berwenang atau tindakan tersebut merupakan
sesuatu yang di luar kendali Kapolda Jabar. Semestinya ini tidak
terjadi, kita harus menolak lupa, islah yang sedang dibangun oleh The
Jakmania ialah merupakan niat awal dari pihak kepolisian. Satu hal lain
yang harus diingat, keinginan The Jak hadir di Jalak Harupat merupakan
sebuah kesepakatan yang telah disetujui oleh semua pihak yang terlibat
dan tentunya juga pihak Kepolisian Jawa Barat. Namun apa daya, cara
Kepolisian Jawa Barat membendung kecintaan dan perdamaian The Jak
seperti menghadapi kelompok teroris ataupun kelompok yang ingin
mengkudeta sebuah Negara. Ini sangat tidak layak dan tidak adil.
Lalu apa hubungannya semua ini dengan “Kenapa Selalu Kami” yang saya
jadikan sebuah judul dalam tulisan ini. Satu hal yang sangat
mengecewakan bagi The Jak dan semua kalangan yang menginginkan
perdamaian ini terjadi ialah komentar Kapolda Jabar yang menyatakan
bahwa kericuhan yang terjadi di dalam Tol Cikampek tersebut di awali
oleh pihak The Jak itu sendiri. Padahal menurut kesaksian yang diberikan
oleh kondektur bus yang disewa oleh The Jak pada salah satu stasiun
televisi menyatakan bahwa “Saat perjalanan berlangsung, tiba-tiba banyak
polisi yang langsung menyerang dan memecahkan kaca-kaca bus yang
membawa rombongan.” Ini sangat berlawanan sekali. The Jak selalu di
pojokkan dan akan selalu dibuatkan opini negatif yang dikeluarkan oleh
pihak berwenang.
Pemberian pandangan yang negatif tentang The Jakmania pun kerap kali
dilakukan oleh media-media massa. Contohnya pada saat kejadian, kejadian
tersebut diberitakan dengan judul yang sangat mengesankan citra negatif
The Jak Mania sebagai supporter Persija. “Blokir Tol, Blokade Tol,
Menciptakan Kerusuhan di dalam Tol” merupakan frame utama dari media
massa untuk menjadikan kejadian tersebut sebagai sebuah berita. Media
massa kerap kali melupakan point penting mengapa The Jak berniat hadir
ke Jalak Harupat.
Kenapa Selalu Kami (The Jakmania) yang disudutkan oleh pihak
Kepolisian dan media massa? Itu merupakan sebuah pertanyaan besar yang
perlu kita jawab dengan berbagai sudut pandangan. Jakarta begitu seksi
karena menjadi Ibukota Negara dan menjadi titik pusat pemerintahan
Negara. Apapun ceritanya Jakarta masih menjadi primadona baik penduduk
aslinya maupun pendatang yang mencari penghidupan di kota dengan
ondel-ondel sebagai lambang kebudayaannya.
Melalui data dari Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Administrasi DKI Jakarta jumlah penduduk ibu kota tahun 2011 adalah
10.187.959 jiwa. Sedangkan data dari hasil sensus penduduk di ibu kota
tahun 2010 hanya sekitar 2.301.587 penduduk asli Jakarta. Sisanya
penduduk Jakarta dikuasai oleh para pengadu nasib dari daerah sekitar.
Penduduk Jakarta yang bersuku Jawa misalnya, jumlah populasinya yang
mengadu nasib di Jakarta sekitar 2.927.340 jiwa. Jumlah ini lebih besar
dari jumlah penduduk asli Jakarta. Dari sekian banyaknya penduduk yang
hidup di Jakarta muncullah berbagai permasalahan. Namun yang menjadi
titik fokus bukan permasalahan Jakarta.
Dari sekian banyaknya pendatang yang hidup di Jakarta, ada satu nama
yang menjadi sebuah kebanggaan bagi penduduknya, yakni Persija Persija
yang berdiri sejak tahun 1928, Macan Kemayoran begitu julukan tim yang
sudah merengkuh 10 gelar juara dari era perserikatan ini memiliki
supporter fanatik yang bernama Jakmania. Kelompok supporter ini memang
terbilang masih cukup muda umurnya dibandingkan dengan kelompok
supporter di kota besar lainnya. Supporter ini berdiri sejak tahun 1997
pada tanggal 19 desember atau berbarengan dengan bergulirnya Liga
Nasional edisi ke IV. Salah satu pendiri dari kelompok supporter ini
adalah selebritis Ibukota yakni Gugun Gondrong.
Di tengah heterogennya penduduk yang menetap di Jakarta masih ada
sekelompok orang yang mencintai tim sepak bola kebanggaan Ibukota. Saat
ini anggota Jakmania tercatat kurang lebih 60.000 anggota. Antusiasme
para pendukung ini membuktikan bahwa para penduduk yang berdatangan dari
luar Ibukota pun begitu mencintai Persija. Mereka para pendatang saat
pertama kali hadir di Ibukota mungkin masih sangat terlihat jelas
fanatisme kedaerahannya apalagi yang bersangkutan dengan tim sepak bola.
Tetapi setelah mereka merasakan hadir langsung di stadion untuk
menyaksikan langsung Persija berlaga mereka sedikit demi sedikit
tergerus hatinya untuk mencintai Persija.
Namun diantara itu semua, di Jakarta juga terdapat begitu banyak
kepentingan. Sebagai Ibukota Negara dan juga sebagai pusat
perekonomiannya, Jakarta merupakan ladang mencari uang bagi para
pengusaha-pengusaha besar. Jakarta banyak berdiri mall-mall mewah,
hotel-hotel megah. Jakarta begitu besar. Mungkin dari permasalahan ini,
kita dapat menilai bahwa penggerusan nama baik The Jakmania memang telah
dirancang secara bersama. Berbagai upaya ini biasanya berakhir pada
sebuah tidak diijinkannya Persija main di Jakarta atau pertandingan
diberlangsungkan tanpa penonton. Musim kemarin hal ini kerap kali
dialami oleh Persija. Seperti ada sebuah rekayasa besar yang ingin
menjatuhkan nama baik Persija dan The Jakmania sebagai supporternya.
Namun diantara serbuan “Kenapa Selalu Kami” yang disudutkan, The Jak
akan selalu mempunyai kebanggaan bahwa “Kenapa Selalu Kami” yang
bertahan. Kekuatan terbesar yang dimiliki oleh The Jakmania adalah bahwa
mereka hadir untuk mendukung dan mencintai Persija, cinta mereka akan
selalu lebih besar ketimbang menghadapi permusuhannya dengan Bobotoh dan
Viking. The Jakmania akan selalu bertahan menghadapi sebuah rekayasa
besar yang selalu ingin menyudutkannya dan Persija. Dan tentunya The
Jakmania harus menuntut pertanggungjawaban Kapolda Jabar dalam kejadian 8
Mei di Tol Cikampek tersebut. Karena dialah yang patut dimintai
keterangannya, dengan mengacu pada kesepakatan yang telah dibuat
bersama.
Terakhir, yang perlu selalu di ingat sebaiknya The Jakmania tidak
perlu lagi menganggap persaingan Persija dengan Persib sebagai duel yang
klasik dan berkelas. Secara raihan juara dan rekor pertemuan Persija
selalu berada di atas Persib Bandung. Duel klasik ini sebaiknya di
anggap sebagai duel beda kelas dan tentunya juga beda “mental”. Persija
ialah macan yang selalu siap mengaumkan kegarangannya, bukan Maung yang
selalu mengeongkan ketakutannya.
sumber : jakonline.asia